Rabu, 25 Maret 2009

apakah tidak ada pilihan lain??

Dalam sebuah training seorang rekan bercerita:
Ada seseorang yang baru saja membeli mobil mewah yang sangat diidam-idamkannya. Dia sangat “menyayangi” mobilnya tersebut, sampai-sampai ia jarang memakainya keluar karena banyak kekhawatiran. Takut lecet, takut kotor dan lain sebagainya.

Pada suatu hari, sepulangnya dari kantor, dia melihat mobil kesayangannya sedang “diukir” , menggunakan paku oleh anaknya. Mendapatkan kenyataan tersebut, emosinya langsung meledak, dan tanpa berpikir panjang dia langsung memukul tangan anaknya dengan menggunakan sebuah rotan hingga lecet.

Beberapa hari setelah kejadian tersebut tangan anaknya mulai infeksi. Lama kelamaan keadaannya semakin parah hingga dokter memutuskan harus di AMPUTASI…
Setelah amputasi dilakukan, dengan keadaan sedih bercampur sesal sang anak menemui ayahnya dan berkata “ayah, saya sangat menyesal dengan apa yang telah saya lakukan. Saya berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi… sungguh, saya berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi. Tapi, tolong ayah kembalikan tangan saya”.
-----------*********----------
Bagaimana perasaan anda jika anda menjadi ayah tersebut???
Terkadang kita terlalu cepat bereaksi terhadap sesuatu tanpa memikirkan dampak dari reaksi kita tersebut.

Apakah bentakan kita pada anak, akan membuat baju kita bersih kembali ketika dia menumpahkan kopi ke baju kita???
Apakah omelan kita akan membuat gelas pecah menjadi utuh kembali???
Apakah pukulan kita pada tangan si kecil akan membuat tembok rumah menjadi bersih kembali???
Apakah cubitan kita akan membuat rumah menjadi bersih kembali ketika anak kita mengotori rumah??

Apakah bentakan, cubitan, omelan, pukulan, hardikan, dan sejenisnya akan membuat keadaan menjadi seperti sedia kala?? Bahkan mungkin sebaliknya, kita malah menyakiti fisik dan perasaan orang yang kita bentak, pukul, dll tersebut.

Adakah yang menghalangi kita untuk tidak marah ketika kita merespons sesuatu yang tidak kita sukai?
Adakah yang menghalangi kita untuk tersenyum, menarik nafas, dan menasehatinya secara bijak ketika kita melihat si kecil melakukan hal yang tidak kita sukai.
Adakah yang menghalangi kita untuk berkata:
“Sayang, lain kali hati-hati ya!!” atau “Maaf nak, ini bukan perbuatan anak sholih”, atau “maaf sayang, ayah / bunda tidak suka, lain kali jangan diulangi ya!!”, atau bahasa cinta lainnya.

Jika tidak ada yang menghalangi kita? Kenapa tidak kita lakukan??

Apakah kita tidak memiliki pilihan lain selain marah dan meluapkan emosi?
Kalau masih ada pilihan lain yng jauh lebih baik, kenapa kita harus memilih marah…

Semoga kita bias mengungkapkan dan menunjukkan rasa cinta kita dengan benar..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar